Sejak awal kemerdekaan, para pemimpin negeri ini sudah akrab dengan perzinahan, dan segala bentuk kemungkaran. Pada tanggal 6 Desember 1959, Presiden Uni Soviet, Nikita Khruschev, berkunjung ke Jakarta. Kunjungan tersebut kemudian mendapat balasan dari Presiden Soekarno pada 1960. Sepulang dari Moskow, BK (Bung Karno) memerintahkan pembangunan Monumen Nasional (Monas) dan Stadion Olahraga Senayan, padahal saat itu negara sedang dalam keadaan pailit dan rakyat dilanda kelaparan. Konon BK terinspirasi oleh kemegahan stadion Moskow.

Tapi apa sesungguhnya yang terjadi saat BK berada di Moskow? Sejarah mencatat, masuknya paham komunis di Indonesia, antara lain berkat kelemahan Bung Karno yang mudah diperdaya komunis Soviet dan KGB yang gemar mengumpan pelacur cantik.
KGB menyediakan kamar khusus untuk BK di Moskow. BK ditemani seorang wanita super cantik dan super seksi yang boleh digaulinya di tempat tidur. Wanita itu adalah seorang pelacur kelas tinggi yang mengemban tugas khusus untuk melayani tamu negara, dan direkrut sebagai agen rahasia oleh KGB. Dari balik cermin, terpasang kamera film yang merekam hubungan mesum antara BK dengan sang pelacur (agen KGB).
Episode berikutnya, BK diajak bersama-sama untuk menonton hasil rekaman tersebut. Agen KGB itu memberitahukan bahwa semua ini sudah diatur. Mereka memiliki ribuan pelacur yang terlatih. Rekaman ini bisa diedarkan dan diputar di depan Bangsa Indonesia agar Presiden Soekarno jatuh martabatnya. Tapi kalau bendera komunisme dan ajaran Marxisme terus berkibar dan berkembang di Indonesia, rekaman tersebut akan dumusnahkan. Mereka punya beberapa copy dan siap diedarkan di bagian dunia manapun. Akhirnya Soekarno mengizinkan PKI berkibar di Indonesia dengan konsep Nasakom. Sebagian tokoh nasional, terutama di Sumatera Barat, menolak konsep ini, sehingga meletuslah pemberontakan PRRI/Permesta (1960) yang dibekingi CIA.
Di lingkungan KGB ada sebuah departemen yang mengamati tingkah-laku raja-raja dan para Presiden di seluruh dunia. Bagi KGB, BK sangat mudah ditaklukkan, karena punya kelemahan fatal, yaitu sangat gemar berzinah. BK juga dikenal sangat romantis, dan pandai merayu. Sekali merayu, maka sang wanita akan menjadi kekasihnya. Salah satu di antaranya, Dewi Soekarno seorang pelacur kelas tinggi dari Jepang.
Keras Tolak Poligami

BK adalah Presiden RI pertama yang gencar menolak poligami, namun setuju dan sekaligus menjadi pelaku perselingkuhan (berzinah). Sebagai wujud penolakannya, BK pernah berpolemik soal poligami dengan sejawatnya, Mohammad Natsir, mantan Menteri Penerangan era Soekarno dan Ketua Masyumi. Intinya, BK dengan berbagai argumen menolak konsep poligami, sedangkan Mohammad Natsir tidak menolak poligami karena itu merupakan syari’at yang datangnya dari Allah Yang Maha Menghetahui.
Kenyataannya, Mohammad Natsir hidup monogami sampai akhir hayatnya, sedangkan BK justru mempraktekkan poligami, istrinya berceceran di mana-mana. Selain berpoligami, BK juga mempraktekkan perselingkuhan (perzinahan) dengan banyak wanita.

Sudah menjadi rahasia umum pada masa itu, bahwa BK memang doyan perempuan. Selain mempunyai isteri resmi lebih dari satu, BK juga punya gundik alias wanita simpanan. Bila BK sudah bosan dengan salah satu gundiknya, maka sang gundik pun diberikan kepada orang terdekatnya. Salah satu dari sekian banyak gundik BK adalah seorang wanita asal parahiangan (Bandung). Ketika BK sudah bosan, sang gundik pun diserahkan kepada Brigjen Sabur untuk dijadikan istri resmi kedua.
   BrankasPengetahuan. Siapa yang tidak mengenal Ir.Soekarno, presiden pertama Indonesia yang mampu membuat gentar negara-negara di dunia. Nama soekarno bukan hanya di kenal di Indonesia saja, tetapi negara-negara lain di dunia. Orang yang mampu menyatukan seluruh rakyat indonesia dan membuat orang-orang di dunia mengaguminya lewat kepiawaian berpidatonya dan aksi-aksinya. Tak sedikit negara negar di dunia yang mengabadikannya sebagai panutan. Berikut beberapa negara yang mengabadikan dirinya:

1. Masjid Biru Soekarno di St.Petersburgh, Rusia




Di negeri komunis Uni Soviet, nama Soekarno sangat dikenal. Bukan hanya dianggap sebagai teman dalam Perang Dingin melawan poros Barat, namun juga sebagai presiden muslim yang memberikan “berkah” sebagian muslim di negeri palu arit.
Semua berawal ketika sang presiden pada tahun 1955 silam, berkunjung ke kota terbesar kedua di Russia ini. Kala itu, Soekarno sedang menikmati indahnya kota St. Petersburg yang didirikan oleh Peter the Great pada abad 17. Dari dalam mobil itu, Soekarno sekelebatan melihat sebuah bangunan yang unik dan tidak ada duanya, yang kelak diketahuinya sebagai Masjid yang telah dijadikan sebuah gudang senjata.

Setelah dua hari menikmati keindahan kota St. Petersburg yang saat itu masih bernama Leningrad, Soekarno terbang ke Moskow untuk melakukan pembicaraan tingkat tinggi guna membahas masa depan kerja sama bilateral dan berbagai posisi kunci dalam Perang Dingin yang terus memuncak.

Dalam pertemuan itulah Soekarno melontarkan kekecewaannya pada penguasa tirai besi Soviet Nikita Kruschev, perihal masjid indah yang dilihatnya. Seminggu setelah kunjungan usai. Sebuah kabar gembira datang dari pusat kekuasaan, Kremlin di Moskow. Seorang petinggi pemerintah setempat mengabarkan bahwa satu - satunya masjid di Leningrad yang telah menjadi gudang pasca revolusi Bolshevic tersebut bisa dibuka lagi untuk beribadah umat Islam, tanpa persyaratan apapun.

Sang penyampai pesan juga tidak memberikan alasan secuilpun mengapa itu semua bisa terjadi. Tetapi, umat muslim hingga saat ini sangat berterima kasih dan meyakini bahwa Soekarno orang dibalik semua ini. Maka tak heran jika muslim di St. Petersburg menjuluki masjid ini dengan Masjid Biru Soekarno.

2. Jalan Ahmad Soekarno, Mesir

Puncak harmonisnya hubungan RI – Mesir, terjadi ketika kedua negara ini dipimpin oleh Ir. Soekarno dari Indonesia dan Gammal Abdul Nasser dari Mesir. Untuk diketahui, Presiden Indonesia pertama dikenal di Mesir dengan nama Ahmad Soekarno.


Penambahan nama Ahmad dilakukan oleh para mahasiswa Indonesia di Mesir untuk memperkuat nuansa keislaman sehingga menarik perhatian masyarakat Mesir bahwa Presiden Indonesia beragama Islam, seragam dengan nama Wakil Presiden yang diawali nama Mohammad, lengkapnya Mohammad Hatta. Keduanya ( Ahmad dan Muhammad ) merupakan nama - nama Islami.

Tercatat, enam kali Soekarno menggunjungi negeri firaun ini. Selain itu, persahabatannya dengan Nasser dan aktifitas keduanya sebagai pemrakarsa di Konferensi Asia - Afrika, membuat nama Presiden Soekarno begitu harum di mata pemerintah dan rakyat Mesir, sehingga namanya diabadikan sebagai nama jalan di Mesir.

Letaknya bersebelahan dengan Jalan Sudan, Daerah Kit - Kat Agouza Geiza. Jalan ini bisa dicapai dari kawasan mahasiswa di al-Hay al-Asyir ( Sektor 10 ) Madinat al-Nashr ( Nasr City ) dengan menaiki bus hijau nomor 109 dan 167.

3. Jalan Soekarno, Maroko


Jika di Jakarta ada jalan bernama Casablanca, sebuah kota terkenal di Maroko, maka di Maroko juga terdapat nama - nama jalan berbau Indonesia. Tak tanggung - tanggung nama presiden pertama Indonesia, Soekarno, ‘dicatut’ menjadi nama jalan di Ibukota Maroko, Rabat. Rupa - rupanya Maroko terkesan dengan sosok Soekarno.

Nama jalan tersebut diresmikan sendiri oleh Bung Karno bersama Raja Muhammad V saat kunjungan beliau ke Maroko pada 2 Mei 1960. Nama jalannya waktu itu: ‘sharia Al-Rais Ahmed Sukarno’ yang sekarang terkenal dengan nama Rue Suokarno. Jalan ini berdekatan dengan kantor pos pusat Maroko.

Dipilihnya nama Soekarno, karena Soekarno adalah pencetus Konferensi Asia Afrika ( KAA ) pada tahun 1955. Nama tersebut dipilih sebagai penghargaan terhadap Presiden Soekarno. Seperti diketahui, hasil KAA saat ini mulai dirasakan oleh negara - negara peserta, termasuk Maroko sendiri. Sebagai bentuk persahabatan dua bangsa, di Jakarta pun kita temui ruas jalan dengan nama Jalan Casablanca.

4. Jalan Soekarno, Pakistan

Pakistan begitu menghormati Bung Karno. Ada dua tempat di Pakistan yang dinamai dengan nama beliau yakni Soekarno Square Khyber Bazar di Peshawar, dan Soekarno Bazar, di Lahore. Penamaan Soekarno ini tidak lepas dari sepak terjang kedua negara. Pakistan sangat segan kepada sosok Bung Karno.

Bahkan hingga kini kalangan militer Pakistan masih ingat jasa Bung Karno yang mengirim TNI AL berpatroli di laut selatan Pakistan saat konflik memanas antara Pakistan dan India di tahun 1965. Sebaliknya, pendiri Pakistan Quaid Azzam Ali Jinnah pernah meminta menahan seluruh pesawat Belanda yang singgah di Pakistan pada 1947, ketika Belanda ingin menyerang Indonesia.

Pemerintah Indonesia juga menghargai jasa prajurit Pakistan, yang ketika itu ikut rombongan sekutu. Rombongan ratusan prajurit Pakistan itu tadinya diperintahkan menyerang Indonesia ketika sekutu sampai di Surabaya November 1945. Namun mereka berontak dan memilih berperang di sisi Indonesia. Dari total 600 tentara Pakistan, sebanyak 500 orang gugur di Surabaya. Pada Agustus 1995, Indonesia memberikan medali Indenpendece War Awards kepada tentara Pakistan ini.

5. Perangko Soekarno, Kuba

Tahun 2008 lalu, pemerintah Kuba menerbitkan perangko seri Bung Karno dengan Fidel Castro dan salah seorang pemimpin gerilya Kuba kelahiran Argentina, Che Guevara. Perangko bernilai historis dan patriotik itu, diterbitkan untuk mengenang hubungan diplomatik kedua negara, sekaligus berkenaan dengan perayaan HUT ke - 80 Fidel Castro.

www.belantaraindonesia.org

Bung Karno mengunjungi Havana, Kuba, pada tanggal 9 hingga 14 Mei 1960. Ia menjadi kepala negara pemerintahan asing pertama yang mengunjungi Kuba setelah Revolusi 1959. Di bandara udara, Bung Karno yang dianggap ikut menginspirasi revolusi Kuba disambut oleh tokoh - tokoh penting Kuba selain Presiden Osvaldo Dorticos, Perdana Menteri Fidel Castro Ruz, dan Gubernur Bank Nasional Che Guevara juga Menteri Luar Negeri Dr. Raul Roa Garcia.

www.majalah-alkisah.comSiapa perancang lambang negara Indonesia Garuda Pancasila? Sejumlah pengamat menyebut nama Sultan Hamid II Alkadrie. Penguasa Kalimantan Barat pada masanya ini sangat berjasa, terutama dalam perjuangan diplomatik Indonesia. Namun sejarah “resmi” terkesan menutup-nutupinya.
Eksistensi Sultan Hamid II dalam sejarah perjuangan rakyat Indonesia nyaris tak terasa. Padahal, dialah de­sainer lambang negara Indonesia, Bu­rung Garuda, biasa juga disebut ”Garuda Pancasila”.
Meski sejarah menutup-nutupi, sum­bangsih Sultan Hamid II selaku peran­cang lambang negara Indonesia tersebut tak boleh dilupakan.
Boleh jadi sejarah dan pencatatan sejarah tidak berpihak kepada sultan yang cerdas ini.
Begitulah penyakit negara bangsa yang kerap dengan mudahnya menghi­langkan jasa-jasa dan apa-apa yang telah diperbuat seseorang hanya karena ada­nya perbedaan pandangan, seperti ada­nya perbedaan visi seperti mengenai ideologi dan model atau bentuk negara, serta adanya pertentangan politik akibat perbedaan itu. Terutama jika berten­tang­an dengan rezim yang berkuasa. Biasa­nya, rezim yang berkuasalah yang me­nen­tukan seperti apa sejarah hendak di­catat dan diceritakan kepada generasi berikutnya.
Secara politik, sebenarnya tak ada alasan untuk menghalangi pengakuan terhadap hasil karya Sultan Hamid II. Namun entah kenapa hingga hari ini hal itu masih belum dapat terealisasikan.
Sultan Hamid II kadung dianggap se­bagai tokoh makar. Namanya disudutkan, kariernya dihitamkan, padahal berkat kar­yanya dinding istana dan kantor-kantor pe­merintahan di republik ini menjadi ber­wibawa dengan lambang Garuda Pan­casila.
Namun jangan coba mencari lam­bang Garuda di dinding Istana Kadriyah. Tak bakal ketemu. Sultan Hamid telah berwasiat kepada anak-cucunya agar tidak memajang lambang negara sebe­lum negara mengakui hasil karyanya.
Menyambut Hari Kesaktian Pancasila 31 Oktober, ada baiknya kita sedikit menoleh ke belakang, mencari tahu salah satu babak penting dalam sejarah negeri tercinta.

Sultan yang Cerdas
Adalah Turiman yang membuktikan kebenaran ini dalam tesis S-2 di Pasca­sarjana Ilmu Hukum Universitas Indone­sia pada 11 Agustus 1999 yang berjudul Sejarah Hukum Lambang Negara Repub­lik Indonesia, Suatu Analisis Yuridis ten­tang Pengaturan Lambang Negara dalam Perundang-undangan. Dalam tesisnya yang dibimbing oleh Prof. Dimyati Har­tono, Turiman mempertahankan secara yuridis dengan data-data yang akurat mengenai siapa sebenarnya pencipta lambang negara Burung Garuda.
Sultan Hamid II, yang juga sultan kedelapan dari Kesultanan Kadriyah Pontianak, memiliki nama lengkap Abdurrahman Hamid Alkadrie. Putra Sultan Syarif Muhammad Alkadrie, Sultan VII Kesultanan Pontianak, ini lahir di Pontianak pada 12 Juli 1913. Ayahnya adalah pendiri kota Pontianak.
Sultan Hamid II dikenal cerdas. Ia adalah orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda Belanda, semacam Akabri, dengan pangkat letnan dua infanteri pada 1936. Ia juga menjadi ajudan Ratu Juliana dengan pangkat terakhir mayor jenderal.
Ketika Jepang mengalahkan Belanda dan sekutunya, pada 10 Maret 1942, ia tertawan dan dibebaskan ketika Jepang menyerah kepada Sekutu dan mendapat kenaikan pangkat menjadi kolonel. Setelah ayahnya mangkat akibat agresi Jepang, pada 29 Oktober 1945 ia diangkat menjadi sultan Pontianak, menggantikan ayahnya, dengan gelar Sultan Hamid II.
Dalam perjuangan federalisme, Sultan Hamid II memperoleh jabatan penting sebagai wakil Daerah Istimewa Kalimantan Barat (DIKB) berdasarkan konstitusi RIS 1949 dan selalu turut dalam perundingan-perundingan Malino, Den­pasar, BFO, BFC, IJC, dan KMB di Indo­nesia dan Belanda.
Sultan Hamid II kemudian memper­oleh pangkat tertinggi sebagai asisten ratu Kerajaan Belanda dan menjadi orang Indone­sia pertama yang memperoleh pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Mengkoordinasi Kegiatan Perancangan
Sultan Hamid adalah salah satu tokoh penting nasional dalam mendirikan Re­publik Indonesia bersama rekan seang­katannya, Soekarno, Muhammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, Mr. Muhammad Roem, dan Muhammad Yamin.
Dalam sejarah pendirian RI, Sultan Hamid pernah menjadi ketua Delegasi BFO (Wakil Daerah/Negara buatan Belanda) dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, 23 Agustus 1949. Ia juga menjadi saksi pelantikan Soekar­no sebagai presiden RI di Keraton Yogya­karta pada 17 Desember 1949. Ini terlihat dalam foto yang dimuat di Buku 50 Tahun Indonesia Merdeka.
Sepak terjangnya di dunia politik men­jadi salah satu alasan bagi Presiden Soe­karno untuk mengangkat Sultan Hamid sebagai menteri negara zonder porto folio di Kabinet RIS 1949-1950.
Dalam sejarah pergerakan bangsa Indonesia yang dimuat dalam 50 Tahun Indonesia Merdeka disebutkan, pada 13 Juli1945, dalam Rapat Panitia Perancang Undang-undang Dasar, salah satu ang­gota Panitia, Parada Harahap, mengusul­kan ihwal lambang negara. Pada 20 Desember 1949, berdasar­kan Keputusan Presiden Republik Indo­nesia Serikat No­mor 2 Tahun 1949, Sul­tan Hamid Alkadrie II diangkat sebagai men­teri negara RIS. Dalam kedudukan­nya ini, ia dipercaya oleh Presiden Sukar­no mengoordinasi ke­giatan perancangan.

Bhinneka Tunggal Ika
Dari transkrip rekaman dialog Sultan Hamid II dengan Masagung (1974) se­waktu penyerahan file dokumen proses perancangan lambang negara disebut­kan, “ide perisai Pancasila” muncul saat Sultan Hamid II sedang merancang lam­bang ne­gara. Ia teringat ucapan Presiden Soekar­no bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, yang mana sila-sila dasar negara, yaitu Panca­sila, divi­sualisasikan dalam lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuklah Panitia Teknis dengan nama Panitia Len­cana Negara di bawah koordinator Men­teri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis M Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewan­toro, M.A. Pellaupessy, Moh. Natsir, dan R.M. Ng. Purbatjaraka sebagai anggota.
Panitia ini bertugas menyeleksi usul­an rancangan lambang negara untuk di­pilih dan diajukan kepada pemerintah.
Merujuk keterangan Bung Hatta da­lam buku Bung Hatta Menjawab, untuk melaksanakan keputusan sidang kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan sayembara.
Terpilih dua rancangan lambang ne­gara terbaik, yaitu karya Sultan Hamid II dan karya M. Yamin.
Pada proses selanjutnya yang dite­rima pemerintah dan DPR RIS adalah ran­cangan Sultan Hamid II. Karya M. Ya­min ditolak, karena menyertakan sinar-si­nar matahari dan menampakkan pe­nga­ruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno, dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilaku­kan untuk keperluan penyempurnaan ran­cangan itu. Terjadi kesepakatan me­reka bertiga, mengganti pita yang di­cengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih de­ngan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.

Karya Anak Bangsa
Tanggal 8 Februari 1950, rancangan final lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II, diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan final lambang negara tersebut mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk di­pertimbangkan, karena adanya keberat­an terhadap gambar burung garuda de­ngan tangan dan bahu manusia yang me­megang perisai dan dianggap bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspi­rasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Di­singkat Garuda Pancasila.
Presiden Soekarno kemudian menye­rahkan rancangan tersebut kepada Ka­binet RIS melalui Moh. Hatta sebagai perdana menteri.
A.G. Pringgodigdo dalam bukunya Sekitar Pancasila terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI, menyebutkan, ran­cangan lambang negara karya Sultan Ha­mid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS.
Ketika itu gambar bentuk kepala Raja­wali Garuda Pancasila masih “gundul” dan “tidak berjambul” seperti bentuk seka­rang ini. Inilah karya kebangsaan anak negeri yang diramu dari berbagai aspirasi dan kemudian dirancang oleh seorang anak bangsa, Sultan Hamid II, menteri negara RIS.
Presiden Soekarno kemudian mem­per­kenalkan untuk pertama kalinya lam­bang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.

Bentuk Final Lambang Negara
Penyempurnaan kembali lambang ne­gara itu terus diupayakan. Kepala bu­rung Rajawali Garuda Pancasila yang “gun­dul” menjadi “berjambul”. Bentuk ca­kar kaki yang mencengkeram pita, dari yang semula menghadap ke belakang men­jadi menghadap ke depan, atas ma­sukan Presiden Soekarno.
Tanggal 20 Maret 1950, bentuk final gam­bar lambang negara yang telah diper­baiki mendapat disposisi Presiden Soe­karno, yang kemudian memerintahkan pe­lukis istana, Dullah, untuk melukis kem­bali rancangan tersebut sesuai bentuk fi­nal rancangan Menteri Negara RIS Sultan Hamid II, yang dipergunakan secara res­mi sampai saat ini.
Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu de­ngan menambah skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara, yang lukisan otentiknya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta, pada 18 Juli 1974.
Rancangan terakhir inilah yang men­jadi lampiran resmi PP No. 66 Tahun 1951 berdasarkan pasal 2 Jo Pasal 6 PP No. 66 Tahun 1951. Sedangkan lambang ne­gara yang ada disposisi Presiden Soe­karno dan foto gambar lambang negara yang diserahkan ke Presiden Soekarno pada awal Februari 1950 masih tetap di­simpan oleh Keraton Kadriyah Pontianak.
Salah satu keistimewaan Garuda Pan­casila terletak pada warna keemas­annya, yang melambangkan cita-cita para perintis kemerdekaan untuk mem­bangun masyarakat adil dan makmur. Di negara lain, yang memakai sejenis lam­bang garuda atau elang, biasanya ber­warna hitam putih, sesuai warna burung tersebut di alam bebas.
Sultan Hamid II wafat pada 30 Maret 1978 di Jakarta dan dimakamkan di Pe­makaman Keluarga Kesultanan Ponti­anak di Batulayang.
Jasa Sultan Hamid II lainnya yang ter­lupakan adalah peranannya dalam forum KMB, yang tidaklah semata-mata mem­perjuangkan BFO dan federalisme. Ke­sediaan Belanda menyetujui penyerahan kedaulatan seluruh wilayah bekas jajah­annya di Hindia Belanda kepada Republik Indonesia Serikat tidak terlepas dari keberhasilannya membujuk Ratu Yuliana, selaku ratu Belanda. Ini bukti kelihaian diplomasi dan kedekatan Sultan Hamid II, yang pernah menjadi ajudan atau pengawal Ratu Yuliana.

Penilaian Kalangan Akademisi
Turiman, S.H. M.Hum., dosen Fakul­tas Hukum Universitas Tanjungpura Ponti­anak, yang mengangkat sejarah hukum lambang negara RI sebagai tesis demi meraih gelar magister hukum di Universitas Indonesia, menjelaskan, hasil penelitiannya tersebut bisa membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah perancang lambang negara.
“Satu tahun yang melelahkan untuk mengumpulkan semua data. Dari tahun 1998 sampai 1999,” katanya.
Yayasan Idayu Jakarta, Yayasan Mas­a­gung Jakarta, Badan Arsip Nasio­nal, Pusat Sejarah ABRI, dan tidak keting­galan Keluarga Istana Kadariyah Ponti­anak, adalah tempat-tempat yang paling sering disinggahinya untuk mengumpul­kan bahan penulisan tesis yang diberinya judul Sejarah Hukum Lambang Negara RI – Suatu Analisis Yuridis Normatif tentang Pengaturan Lambang Negara dalam Peraturan Perundang-undangan.
Di hadapan dewan penguji, Prof. Dr. M. Dimyati Hartono, S.H. dan Prof. Dr. H. Azhary, S.H., ia berhasil memperta­hankan tesisnya itu pada hari Rabu 11 Agustus 1999. “Secara hukum, saya bisa membuktikan, mulai dari sketsa awal hing­ga sketsa akhir, Garuda Pancasila ada­lah rancangan Sultan Hamid II,” katanya.
Hal yang sama juga pernah disuara­kan Sultan Syarif Abubakar Alkadrie, pe­megang tampuk kekuasaan Istana Kadriyah Kesultanan Pontianak, yang menjadi ahli waris Sultan Hamid Alkadrie II. Menurutnya, negara pantas memberi­kan penghargaan terbaik kepada almar­hum Sultan Hamid Alkadrie II atas jasa­nya menciptakan lambang negara Bu­rung Garuda. Penghargaan yang tepat ada­lah pemberian gelar pahlawan nasio­nal kepada Sultan Hamid Alkadrie II.
Untuk mengembalikan fakta sejarah yang sebenar-benarnya mengenai pen­cip­ta lambang negara Burung Garuda, pihak ahli waris dan pemerintah Kaliman­tan Barat serta Universitas Tanjungpura pernah menyelenggarakan seminar na­sional di Pontianak. Ketua DPR Akbar Tandjung juga hadir dalam acara yang berlangsung pada 2 Juni 2000.
Saat itu, Akbar Tandjung, yang juga ketua umum Partai Golongan Karya, juga mengusulkan agar nama baik Sultan Hamid Alkadrie II dipulihkan dan diakui sebagai pencipta lambang negara. Sa­yangnya, usulan itu tak ada tindak lanjut­nya hingga sekarang.
BrankasPengetahuan. kalian semua pasti mengenal The Beatles dan Rolling Stone. mereka itu memang musisi handal yang albumnya selalu dikenang sepanjang masa.
Tapi jauh sebelum kejayaan mereka, Indonesia pernah mencatatkan sejarah mencetak band rock gokil pada akhir tahun 1960-an. Mereka bukan Koes Bersaudara ataupun Koesplus atau Panbers, mereka adalah "The Tielman Brothers".
The Tielman Brothers adalah orang keturunan maluku yang besar Surabaya dan pindah ke Belanda untuk mengadu nasib. Mereka adalah kakak beradik dari pasangan Herman Tielman dan Flora Lorine Hess. Pasangan kakak beradik ini antara lain, Andy Tielman (lead guitar, vocals), Reggy Tielman (2nd lead guitar, vocals), Ponthon Tielman (double bass, vocals)Loulou Tielman (drums, vocals). Kebiasaan bermusik di keluarga yang kental lah yang membuat Tielman bersaudara ini sangat mahir dalam bermusik, dan menciptakan sound-sound yang aneh pada zamannya.
Konon, Paul McCartney ternyata mengagumi band ini dan terinspirasi The Tielman Brothers
Jauh sebelum The Beatles terkenal pada awal 1960-an.Maklumlah, The Tielman Brothers telah membawakan lagu-lagu rock n roll lebih dahulu sebelum The Beatles muncul.Saat The Beatles manggung pertama kali di Jerman, grup band asal Inggris ini sempat melihat penampilan The Tielmans Brothers yang manggung menggunakan Hofner Violin bass.
Dan saat itulah untuk yang pertamakalinya Paul melihat Bass Violin Hofner.Andy Tielmans sang gitaris memakai Fender Jazz Master khusus 10 strings.Fender sengaja mengirim representative-nya ke Jerman saat itu untuk merancang gitar buat Andy Tielmans.
Dengan membawa budaya tropis dan kecintaan kepada gitar, mereka melahirkan Indorock yang bercirikan dominasi gitar yang dipadukan dengan musik Hawaii, country, dan Rock n Roll.Panggung tempat mereka bermain selalu dipenuhi aksi-aksi spektakuler di jamannya.
Seperti : style main gitar dengan meliuk ala Heavy Metal 80-an, aksi manggung liar ala Punk,main drum sambil berdiri ala Lars Ulrich Metallica, dan mbetot bas di bawah ala Korn.

VIDEO LIVE THE TIELMAN BROTHER'S TAHUN1960
 

 FOTO-FOTO AKSI PANGGUNG GOKIL
 
 
Sayang nampaknya di Indonesia sendiri eksistensi mereka kurang dikenal, orang Indonesia lebih menyukai The Beatles, Jimmy Hendrik, dan Rolling Stones. Padahal sebelum The Beatles terkenal Paul Mc Cartney pernah menonton band-band Indorock dan dia sangat terinspirasi akan musik-musik band indorock. Lalu teknik permainan gitar sang dewa gitar Jimmy Hendrik sebenarnya sudah dimainkan secara apik oleh The Tielman Brothers. Jadi berbanggalah Indonesia pernah memiliki The Tielman Brothers.
CONEFOConference of The New Emerging Forces (CONEFO) merupakan gagasan Presiden Soekarno untuk membentuk suatu kekuatan blok baru yang beranggotakan negara-negara berkembang untuk menyaingi 2 kekuatan blok sebelumnya (Blok Uni Soviet dan Blok Amerikat Serikat). Sebuah gagasan yang sangat brilian ketika negara-negara yang baru melepaskan diri dalam keadaan bimbang dan galau memikirkan nasibnya. Soekarno dengan tangan dinginnnya itu mendatangkan harapan baru bagi mereka dan sekaligus mendatangkan kebanggaan bagi bangsa yang melahirkannya.

CONEFO dimaksudkan sebagai tandinganterhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mungkin saja apa yang dipikirkan sookerno waktu itu adalah bagaimana dunia bisa tertib apabila PBB yang seharusnya berdiri di tengah justru dikuasai oleh negara adidaya. Bagaimana bisa dalam organisasi dunia yang mengusung nilai-nilai demokrasi tetapi kekuatan satu dua negara bersifat mutlak, contohnya adalah hak veto.

CONEFO project juga dimaksudkan agar menyejajarkan bangsa kita, bangsa Indonesia yang baru berkembang ini dengan bangsa-bangsa yang sudah mapan seperti Amerika, Inggris, Rusia China, untuk sama-sama mengatur ketertiban dunia. Sungguh bangsa ini pada waktu itu sudah siap untuk mengatur dunia. Dari tujuan berdirinya negara ini saja kita sudah mendapati bahwa negara kita punya ambisi dan obsesi berperan di tingkat dunia. Tentunya kita masih ingat dengan tujuan berdirinya negara kita kan? salah satunya adalah melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sesuatu yang sudah sangat tegas bahwa bangsa kita adalah sebagai “pelaksana” ketertiban dunia. Maka pada saat itu di mana di belehan dunia lain masih terdapat penjajahan bangsa kita, bangsa Indonesia mengumpulkan segenap kekuatan untuk menginisiasi kemerdekaan mereka. Bukan saja kemerdekaan bagi 1 bangsa saja, tetapi kemerdekaan bagi kemanuasiaan. Konferensi Asia Afrika merupakan gambaran betapa peran bangsa kita menjadi bangsa yang sangat dihormati dan sangat brilliant dalam menghadapi ke’galauan’ dunia waktu itu. Seluruh bangsa-bangsa besar yang tidak ingin berkepanjangan dengan konflik antar blok segera merapat dalam barisan dan membentuk sebuah gerakan baru yang cukup ditakuti oleh negara adidaya waktu itu, Gerakan Non Blok.

CONEFO adalah gagasan lainnya yang ingin melambungkan bangsa kita. Sebuah gagasan yang penuh ambisi dan obsesi di tengah kegalauan para pemimpin dunia kala itu. Keberanian Indonesia untuk memutuskan keluar dari PBB adalah sebuah hal yang sangat mencolok, bahwa bangsa kita apda masa itu punya wibawa, tidak hanya gertak sambal dan mutungan. Tapi kita punya sikap tegas yang mantap.

Untuk mewujudkan proyek CONEFO itu, maka dibangunlah suatu kompleks gedung dekat Gelora Senayan yang pada waktu itu mendapat bantuan antara lain dari Cina (RRC). T anggal 8 Maret 1965 Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 48/1965 yang menugaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga (PUT) Soeprajogi untuk melaksanakan pembangunan proyek Political Venues di Jakarta. Proyek raksasa tersebut harus sudah seselai dikerjakan sebelum tanggal 17 Agustus 1966. Artinya hanya tersisa waktu 17 bulan untuk menyelesaikan pembangunan raksasa tersebut.

Bangunan yang akan dibangun menggunakan filosofi bentuk pesawat, sebuah cita rasa yang sangat kental dengan selera sokarno waktu itu. Sayap pesawat yang terbelah itu ingin menunjukkan pada rakyat dan bangsa kita bahwa saat ini bangsa kita sedang terbang menuju tatanan dunia baru. Bukan menjadi penonton peradaban, tetapi menjadi pelaku peradaban.


Gedung Conefo saat ini
Namun alangkah sangat disayangkan, konferensi itu tidak pernah berlangsung terjadinya pemberontakan G 30 S PKI menjadikan konsentrasi bangsa ini terpecah. Kestabilan politik yang tidak menentu dan secara berangsur perpindahan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto yang penuh dengan misteri, menjadikan proyek itu sengsara. Tanpa ruh, dan tanpa spirit.

Akhirnya Soeharto sebagai pimpinan tertinggi saat itu memutuskan bahwa pembangunan akan tetap terus dilanjutkan, tetapi peruntukannya diubah menjadi Gedung MPR/DPR RI. Sampai saat ini kita bisa melihat gedung itu masih berdiri sebagai saksi sejarah sebuah ambisi besar bangsa kita.

Alangkah tergerusnya hati kita, jika kita mengetahui sejarah tersebut kemudian membandingkannya dengan perilaku para penghuni gedung tersebut. Alangkah sedihnya, gedung yang semula akan ditempati para utusan dunia untuk mengatur tatanan dunia sekarang ditempati para politikus. Para tikus pengerat yang tidak sedikitpun memberikan contoh yang baik. Perilaku yang amoral sering dipertontinkan di depan mata kita.

Alangkah sedihnya, saat kita sebangsa se tanah air menunggu keputusan genting yang penting menyangkut hajat hidup kita, malah kita ditunjukkan dengan aksi baku hantam yang kekanank-kanakan mereka para anggota dewan.

Alangkah nelangsanya, saat konflik di sana sini, masyarakat miskin di mana-mana tetapi justru mereka asyik-asyik menggerogoti dana dengan proyek-proyek amoral. Toliet yang dibangun bermilyar-milyar, ruang rapat sampai 20 Milyar dan semua itu tidak ada substansinya mereka sebagai anggota dewan.

Alangkah sedihnya perilaku mereke, yang menempati gedung yang menyimpan asa, harapan besar. Bukan hanya kepentingan perut dan mulut. Tapi sebuah harapan untuk mengatur seluruh bangsa di dunia.

Semoga mereka tersadar dan mau belajar dari sejarah. Menghargai leluhur dan tidak melanjutkan kemiskinan mereka dalam hal MORAL
  
GONEFO10 November 1963, tidak seperti hari-hari biasanya, situasi di Ibukota Jakarta terlihat sangat berbeda; semarak dan penuh kemeriahan. Di sana-sini, terutama di sekitar kawasan Gelora Bung Karno, dekorasi warna merah-putih membawa pesan “patriotik” acara ini. Rakyat pun tidak tinggal dia, dan dengan begitu antusias membanjiri sekitar lokasi. Inilah sedikit suasana menjelang pembukaan perhelatan Games of New Emerging Forces (Ganefo).

Ganefo, yang memiliki semboyan Onward! No Retreat (Maju Terus! Pantang Mundur), berlangsung 10 sampai 22 Nopember 1963. Diikuti 2.200 atlit dari 48 (versi lain menyebutkan, ada 51 negara) negara Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Eropa (Timur). Karena besarnya jumlah kepesertaan dan cabang olahraga yang dipertandingkan, maka “Ganefo” pantas disebut Olympiade tandingan.

Sebelum mengulas jauh soal Ganefo ini, kita sebaiknya mengupas sedikit mengenai konteks historis yang melingkupinya, dan hubungannya dengan perjuangan nasional bangsa Indonesia itu sendiri. Pada tahun 1961, Bung Karno menelorkan konsepsinya dalam memandang dunia, yaitu soal Nefo dan Oldefo, dan mempertentangkannya sebagai kontradiksi yang tak-terhindarkan (terdamaikan). Nefo-The new emerging Forces—mewakili kekuatan baru yang sedang tumbuh, yaitu Negara-negara Asia, Afrika, Amerika Latin yang berusaha bebas dari neo-kolonialisme dan imperialisme serta berusaha membangun tatanan dunia baru tanpa exploitation l,homme par I’homme, sementara Oldefo—The Old Esthablished Forces—mewakili negeri-negeri imperialis dan kekuatan lama yang semakin dekaden.

Setelah era perjuangan fisik untuk pembebasan nasional, Soekarno pada tahun 1957, disebut juga tahun penentuan, telah menandaskan bahwa nation building memerlukan revolusi mental. Segera setelah itu, Bung Karno telah berkeyakinan bahwa, selain olahraga sebagai alat pembentuk jasmani, olahraga adalah alat pembangun mental dan rohani yang efektif. Dan, karenanya, olahraga dapat dijadikan salah satu alat untuk membangun bangsa dan karakternya (nation and character building).

Selain dimaterialkan dalam bentuk kurikulum di sekolah-sekolah dan menggencarkan kegiatan olahraga di kalangan rakyat, Bung Karno juga berusaha menjadikan ajang kejuaraan olahraga untuk menunjukkan nama bangsa Indonesia di dunia internasional. “Buat apa toh sebetulnya kita ikut-ikutan Asian Games? Kita harus mengangkat kita punya nama. Nama kita yang tiga setengah abad tenggelam dalam kegelapan,” demikian dikatakan Bung Karno.

Untuk itu, setelah mengalahkan Pakistan dalam pemungutan suara, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Asian Games ke-IV. Segera setelah mendapat kepastian menjadi tuan rumah Asian Games, Bung Karno berupaya melobby Soviet untuk memperoleh bantuan dalam pembangunan sejumlah proyek olahraga. Meski Soviet kurang nyaman dengan kedekatan politik internasional Indonesia dengan Tiongkok, namun negeri sosialis paling pertama di dunia ini tetap bersedia memberi bantuan sebesar 10,5 juta dollar AS, yang, menurut Maulwi Saelan, salah satu ajudan Presiden Bung Karno pada saat itu, dibayar oleh Indonesia dengan karet alam dalam tempo dua tahun.

Usaha Bung Karno tidak sia-sia. Indonesia berhasil membangun kompleks olahraga, dimana di dalamnya terdapat stadion utama yang memiliki kapasitas 100.000 penonton (sebelum diciutkan menjadi 80.000 pada tahun 2007), dan menggunakan arsitektur temu gelang. Istana Olahraga (Istora) selesai dibangun pada 21 Mei 1961, Stadion Renang, Stadion Madya, dan dan Stadion Tenis (Desember 1961), Gedung Basket (Juni 1962), serta Stadion Utama (21 Juli 1962). Kompleks stadion olahraga dibangun selama 2 1/2 tahun, siang dan malam oleh 14 insinyur Indonesia, 12.000 pekerja sipil dan militer bergantian dalam 3 shift.
1358572721670891246
Salah satu sudut Bireuen / (my.opera.com)
BrankasPengetahuan. Bireuen merupakan ibukota salah satu kabupaten di Provinsi Aceh yang bernama sama. Luasa kabupaten ini adalah 1.899 km², dan merupakan hasil pemekaran dari kabupaten induknya, Aceh Utara., pada tahun 2000. Dengan jumlah penduduk sekitar 370 ribu jiwa, Bireuen terkenal dengan julukan Kota Juang dan dulu merupakan salah satu daerah basis utama Gerakan Aceh Merdeka. Selain itu, kota ini terkenal juga dengan emping melinjo dan keripik pisang-nya. Bireuen dapat dicapai dengan waktu tempuh 3-4 jam perjalanan darat dari Banda Aceh, atau 7-8 jam perjalanan darat melalui Medan.
   Bireuen berasal dari bahasa Arab, yaitu Birrun, yang artinya kebajikan, dan yang memberikan nama tersebut adalah orang Arab juga, pada saat Belanda masih berada di Aceh. Kala itu, orang Arab yang berada di Aceh mengadakan kenduri (perjamuan makan atau selamatan-red) di Meuligoe (Pendopo-red) Bupati sekarang. Ketika itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu mereka mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebijakan saat menjamu pasukan Belanda yang masuk Aceh. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun dan sejak saat itulah nama Bireuen mulai dikenal.
Namun, tahukan Anda pada pada masa awal kemerdekaan RI, Bireuen pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno dan ibukota RI sementara kala itu? Peristiwa fenomenal itu terjadi pada tahun 1948, ketika pasukan Belanda melancarkan agresi militer keduanya terhadap Jogyakarta, yang kala itu menjadi ibukota RI. Dalam waktu sekejap, Jogyakarta jatuh dan dikuasai Belanda. Waktu itu, presiden pertama Soekarno yang sedang mengendalikan pemerintahan terpaksa harus memilih jalan untuk menyelamatkan bangsa. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh dan Bireuen adalah tempat yang dinilai paling aman.
Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpangi pesawat udara Dakota. Pesawat yang dipiloti oleh putra Aceh, Teuku Iskandar, mendarat dengan mulus di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948. Kedatangan rombongan presiden di sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh, atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu. Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum-red) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen yang membludak di lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu muka dan mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah menguasai kembali Sumatera Timur, dikenal sebagai Sumatera Utara sekarang.
Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen, aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Beliau menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef (Meuligo Bupati Bireuen sekarang), Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan tanah Karo. Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya catatan sejarah ini tidak pernah tersurat dalam sejarah kemerdekaan RI.
Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen, kemudian bersama Gubernur Militer Aceh Abu Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja, sekarang dikenal sebagai Banda Aceh. Di Kutaradja, Gubernur Milter Aceh mengundang seluruh saudagar Aceh di Hotel Aceh dan menyampaikan permintaan Presiden Soekarno agar rakyat Aceh menyumbang dana bagi pembelian pesawat terbang untuk perjuangan Republik. Hasilnya? Indonesia berhasil membeli pesawat angkut pertama yang dinamai Dakota RI-001 Seulawah. Pesawat Dakota RI-001 Seulawah ini adalah cikal bakal berdirinya perusahaan penerbangan niaga pertama, Indonesian Airways, yang sekarang dikenal sebagai Garuda Indonesia Airways. Pesawat ini sangat besar jasanya dalam perjuangan awal pembentukan negara Indonesia. Memang diakui atau tidak, peran dan pengorbanan rakyat Aceh, atau Bireuen pada khususnya, dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik tidak boleh dipandang sebelah mata.
1358573145723254275

Replika Seulawah RI-001 di Banda Aceh 
Itulah cerita singkat, tentang Bireuen sebagai ibukota RI ketiga, setelah Jakarta dan Jogyakarta. Meski hanya 1 minggu, namun memiliki nilai sejarah  yang tidak boleh terlupakan oleh bangsa Indonesia.




Awal Mula Kehadiran NAZI

BrankasPengetahuan. BERKECAMUKNYA Perang Dunia II Teater Asia-Pasifik, yang terjadi di Indonesia, diwarnai kehadiran pasukan Nazi Jerman. Aksi mereka dilakukan usai menyerahnya Belanda kepada Jepang di Kalijati, Subang, 8 Maret tahun 1942, atau 64 tahun silam. Namun, kehadiran Nazi Jerman ke Indonesia seakan terlupakan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Kehadiran pasukan Nazi Jerman di Indonesia, secara umum melalui aksi sejumlah kapal selam (u-boat/u-boote) di Samudra Hindia, Laut Jawa, Selat Sunda, Selat Malaka, pada kurun waktu tahun 1943-1945. Sebanyak 23 u-boat mondar-mandir di perairan Indonesia, Malaysia, dan Australia, dengan pangkalan bersama Jepang, di Jakarta, Sabang, dan Penang, yang diberangkatkan dari daerah pendudukan di Brest dan Bordeaux (Prancis) Januari-Juni 1943.

Beroperasinya sejumlah u-boat di kawasan Timur Jauh, merupakan perintah Fuehrer Adolf Hitler kepada Panglima Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine), Admiral Karl Doenitz. Tujuannya, membuka blokade lawan, juga membawa mesin presisi, mesin pesawat terbang, serta berbagai peralatan industri lainnya, yang dibutuhkan "kawan sejawatnya", Jepang yang sedang menduduki Indonesia dan Malaysia. Sepulangnya dari sana, berbagai kapal selam itu bertugas mengawal kapal yang membawa "oleh-oleh" dari Indonesia dan Malaysia, hasil perkebunan berupa karet alam, kina, serat-seratan, dll., untuk keperluan industri perang Jerman di Eropa.

Pada awalnya, kapal selam Jerman yang ditugaskan ke Samudra Hindia dengan tujuan awal ke Penang berjumlah 15 buah, terdiri U-177, U-196, U-198, U-852, U-859, U-860, U-861, U-863, dan U-871 (semuanya dari Type IXD2), U-510, U-537, U-843 (Type IXC), U-1059 dan U-1062 (Type VIIF). Jumlahnya kemudian bertambah dengan kehadiran U-862 (Type IXD2), yang pindah pangkalan ke Jakarta.

Ini disusul U-195 (Type IXD1) dan U-219 (Type XB), yang mulai menggunakan Jakarta sebagai pangkalan pada Januari 1945. Sejak itu, berduyun-duyun kapal selam Jerman lainnya yang masih berpangkalan di Penang dan Sabang ikut pindah pangkalan ke Jakarta, sehingga Jepang kemudian memindahkan kapal selamnya ke Surabaya.

Adalah U-862 yang dikomandani Heinrich Timm, yang tercatat paling sukses beraksi di wilayah Indonesia. Berangkat dari Jakarta dan kemudian selamat pulang ke tempat asal, untuk menenggelamkan kapal Sekutu di Samudra Hindia, Laut Jawa, sampai Pantai Australia.

Nasib sial nyaris dialami U-862 saat bertugas di permukaan wilayah Samudra Hindia. Gara-gara melakukan manuver yang salah, kapal selam itu nyaris mengalami "senjata makan tuan", dari sebuah torpedo jenis homming akustik T5/G7 Zaunkving yang diluncurkannya. Untungnya, U-862 buru-buru menyelam secara darurat, sehingga torpedo itu kemudian meleset.

Usai Jerman menyerah kepada pasukan Sekutu, 6 Mei 1945, U-862 pindah pangkalan dari Jakarta ke Singapura. Pada Juli 1945, U-862 dihibahkan kepada AL Jepang, dan berganti kode menjadi I-502. Jepang kemudian menyerah kepada Sekutu, Agustus tahun yang sama. Riwayat U-862 berakhir 13 Februari 1946 karena dihancurkan pasukan Sekutu di Singapura. Para awak U-862 sendiri semuanya selamat dan kembali ke tanah air mereka beberapa tahun usai perang.

Ternyata perwira kapal dari U-Boot ini meluncur ke Indonesia dibawah komando Angkatan Laut, Karl Doenitz. Tujuan utama pemindahan perwira kapal selam U-Boot di Indonesia untuk membantu sekutu jauh Nazi, Jepang. Namun seiring Jepang ditaklukan USA, para perwira angkatan laut ini tinggal di Bogor.

Usai Jerman menyerah kepada Sekutu di Eropa pada 8 Mei 1945, berbagai kapal selam yang masih berfungsi, kemudian dihibahkan kepada AL Jepang untuk kemudian dipergunakan lagi, sampai akhirnya Jepang takluk pada 15 Agustus 1945 usai dibom nuklir oleh Amerika.

Setelah peristiwa itu, sejumlah tentara Jerman yang ada di Indonesia menjadi luntang-lantung tidak punya kerjaan. Orang-orang Jerman mengambil inisiatif agar dapat dikenali pejuang Indonesia dan tidak keliru disangka orang Belanda. Caranya, mereka membuat tanda atribut yang diambil dari seragamnya dengan menggunakan lambang Elang Negara Jerman pada bagian lengan baju mereka.

Para tentara Jerman yang tadinya berpangkalan di Jakarta dan Surabaya, pindah bermukim ke Perkebunan Cikopo, Kec. Megamendung, Kab. Bogor. Mereka semua kemudian menanggalkan seragam mereka dan hidup sebagai "warga sipil" di sana.

Pengamat sejarah militer Jerman di Indonesia, Herwig Zahorka, mengisahkan, pada awal September 1945 sebuah Resimen Ghurka-Inggris di bawah komandan perwira asal Skotlandia datang ke Pulau Jawa. Mereka kaget menemukan tentara Jerman di Perkebunan Cikopo.

Sang komandan bertanya kepada Mayor Angkatan Laut Jerman, Burghagen yang menjadi kokolot di sana, untuk mencari tempat penampungan di Bogor.

Menggunakan 50 truk eks pasukan Jepang, orang-orang Jerman di Perkebunan Cikopo itu dipindahkan ke tempat penampungan di Bogor. Namun mereka harus kembali mengenakan seragam mereka, memegang senjata yang disediakan pasukan Inggris, untuk melindungi tempat penampungan yang semula ditempati orang-orang Belanda.

Saat itu, menurut dia, di tempat penampungan banyak orang Belanda yang mengeluh, karena mereka "dijaga" oleh orang Jerman. "Pada malam hari pertama menginap, langsung terjadi saling tembak namun tak ada korban. Ternyata,orang-orang Indonesia menyangka orang Jerman telah tertangkap oleh pasukan.Sekutu, dan mereka berusaha membebaskan orang-orang Jerman itu," kata Zahorka.

Setelah peristiwa itu, Inggris menyerahkan sekira 260 tentara Jerman kepada Belanda yang kemudian ditawan di Pulau Onrust, Kepulauan Seribu.

Tercatat pula, beberapa tentara Jerman melarikan diri dari Pulau Onrust, dengan berenang menyeberang ke pulau lain. Di antaranya, pilot pesawat angkatan laut bernama Werner dan sahabatnya Lvsche dari U-219.

Selama pelarian, mereka bergabung dengan pejuang kemerdekaan Indonesia di Pulau Jawa, bekerja sama melawan Belanda yang ingin kembali menjajah. Lvsche kemudian meninggal, konon akibat kecelakaan saat merakit pelontar api.

Ini juga cuplikan wawancara dari "saksi hidup" yang menghadiri pemakaman perwira Nazi tersebut :

Warga Kampung Arca Domas, Abah Sa'ad (76 th), seorang saksi hidup peristiwa penguburan tentara Jerman di kampungnya, Oktober 1945. Saat itu, usianya 15 tahun. Ia ingat, prosesi pemakaman dilakukan puluhan tentara Nazi Jerman secara kemiliteran. Peristiwa itu mengundang perhatian warga.

"Waktu itu, masyarakat tidak boleh men-dekat. Dari kejauhan, tampak empat peti mati diusung tentara Jerman, serta sebuah kendi yang katanya berisi abu jenazah. Tentara Jerman itu berpakaian putih, dengan dipimpin seorang yang tampaknya komandan mereka karena menggunakan topi pet," tuturnya.

Sepengetahuan Abah Sa'ad, mulanya, makam tentara Jerman itu hanya ditandai nisan salib biasa, sampai kemudian ada yang memperbaiki makam itu seperti sekarang.

Keasrian dan kebersihan makam tersebut tidak lepas dari peran penunggu makam, Mak Emma (65) yang dibiayai Kedubes Jerman dua kali setahun. " Biasanya, setiap tahun ada warga Jerman yang menjenguk makam pahlawan negaranya itu," ujarnya.

Namun, dia kurang tahu sejarah makam itu karena baru diboyong suaminya (pensiunan karyawan Perkebunan Gunung Mas) 10 tahun lalu. Ia meneruskan pekerjaan suaminya (alm.) menjadi kuncen.

kam perwira Nazi di Cikopo, bogor:



Posted Image
Posted Image
Posted Image
Posted Image


Selama di Asia Tenggara, mereka melindungi Indonesia dari gempuran kapal perang sekutu. Karena kerugian yang ditimbulkan oleh U-Boot ini sangat menguntungkan Indonesia. Dan juga, mesin tik yang dipakai Sayuti Melik untuk mengetik naskah proklamasi adalah mesin tik Angkatan Laut Nazi 

BrankasPengetahuan. Banyak peninggalan masa lalu yang menjadi sejarah yang terlupakan, mungkin karena usaianya yang sudah tua atau memang sudah tidak berfungsi lagi. Seperti beberapa peninggalan sejarah berikut yang terlupakan dan terasingkan oleh waktu.

Inilah 8 Peninggalan Sejarah Dunia Yang Terlupakan:

1. Lighthouse yang Tenggelam dalam Lautan Pasir
Mercusuar Rubjerg di Jutlandia Knude Denmark, mulai beroperasi pada 27 Desember 1900 (pembangunannya dimulai tahun 1899). Mercusuar ini berada di puncak tebing Lønstrup Klint, 60 meter di atas permukaan laut. Mercusuar ini mulai beroperasi pada tahun1900, dan berhenti beroprasi pada 1 Agustus 1968.

Kini mercusuar itu telah menjadi bukit pasir raksasa. Padahal dulu mercusuar ini menjadi icon yang berada di ketinggian. Erosi selama bertahun tahun membuat bangunan itu mengikis dan tinggal puing-puing. Meski demikian masih terlihat kejayaan masa lalu.

2. The “American Star” 2

kapal Amerika SS ini terdampar di lepas pantai Kepulauan Canary, Sebuah badai memecah towlines dan menyeret sebuah kapal tunda di dekat pantai Maroko. Setelah terdampar di pantai, lambung kapal Amerika SS ini terbelah dua, dan akhirnya bagian buritan tenggelam.

Ada sebuah catatan menarik tentang kapal itu. Setelah kapal itu terdampar, penduduk setempat lantas merampoknya habis habisan. Bahkan konon, banyak perabotan di rumah-rumah penduduk terbuat dari potongan-potongan kapal raksasa itu.

3. Gereja yang berdiri di atas lautan lava

Pada 20 Februari 1943, sebuah gunung berapi tiba-tiba meletus di negara bagian Michoacan Meksiko, dan menghabiskan dua buah desa dengan lava panas dan abunya. Dan 64 tahun setelah letusan dahsyat itu, tidak ada lagi yang tersisa dari dua desa yang musnah tersebut, kecuali sebuah menara gereja San Juan Parangaricutiro.

Inilah satu satunya penanda bahwa dulunya di kawasan itu pernah ada dua desa. Menara gereja San Juan berdiri tegak di lautan lava. Gereja San Juan menjadi tampak mengerikan dan angker seolah berasal dari negeri anta berantah. Letusan gunung, dan lava panas mengalir ke daerah sekitar dan menutupi ¾ dari kota. Di bawah sisa-sisa lava itulah rumah-rumah dan bangunan kota terkubur, beserta penghuninya.





4. Konstruksi Crane terkubur di Ice Sheet

Pada pertengahan 1960-an, ITT membangun jalur transmisi listrik di Antartika. Menara transmisi berdiri 115 meter. Seperti yang anda lihat di foto ini, semua kecuali menara setinggi 40 feet sekarang terkubur di dalam es, dan derek yang digunakan untuk membangun menara benar-benar tertutup oleh es Tidak hanya menara transmisi yang dikubur, tapi juga stasiun penelitian Antartika sendiri. Stasiun Byrd tua telah ditutup dan terkubur di dalam timbunan es 40-50 meter.


5. Hotel Ryugyong di Korea Utara, Unik dan Tanpa Jendela
Jika Dr Evil adalah seseorang yang nyata, ia akan membutuhkan tempat persembunyian yang nyata, dan bahwa tempat persembunyian nyata mungkin sekali adalah The Ryugyong Hotel di Pyongyang, Korea Utara. Ini adalah bangunan raksasa dengan 105 lantai, namun anehnya, tak ada satupun jendela di sana. Entah bagaimana konsep sebenarnya dari bangunan raksasa ini sampai-sampai tidak memberikan satupun jendela di sana.

Bangunan unik ini memiliki tinggi 330 meter, berbentuk mirip piramida dengan 3000 kamar. Rencananya di sana ada 7 restoran, namun pembangunannya tidak pernah selesai.

Surat kabar memperkirakan biaya konstruksi hotel aneh ini pada masa itu sekitar $ 750 juta - 2% dari PDB Korea Utara. Diperkirakan pembangunan konstruksi ini terhenti pada tahun 1992 karena kurangnya pendanaan, masalah kelangkaan listrik, dan kelaparan yang terjadi di negeri itu.

Bangunan itu sendiri sebenarnya sudah selesai, namun tidak memiliki jendela serta perlengkapan atau alat kelengkapan lain. Padahal bangunan hotel ini merupakan salah satu dari 18 hotel tertinggi di dunia. Sayang sekali! The Ryugyong oleh pejabat Korea Utara sempat diubah menjadi benteng. Lalu, sebagian bangunan ini dihancurkan oleh bom.

Update: Setelah 16 tahun, Ryugyong Hotel kembali dibangun. Grup Orascom dari Mesir baru-baru ini mulai memperbaiki menara bangunan. Perusahaan telah menempatkan panel-panel kaca ke beton shell dan dipasang antena telekomunikasi. Korea Selatan memperkirakan renovasi hotel itu akan menelan biaya sekitar $ 2 milyar, 10 % dari GDP Korea Utara.

6. Benteng Tentara Merah di Tengah Laut

Benteng tentara Thames Estuary dibangun pada tahun 1942, didesain oleh Guy Maunsell. Tujuan mereka adalah untuk menyediakan anti-pesawat udara di dalam wilayah Muara Sungai Thames.

Benteng masing-masing kelompok terdiri dari tujuh menara dengan sebuah jalan yang menghubungkan mereka semua ke menara kontrol pusat. Benteng ini bila dilihat secara keseluruhan, terdiri dari satu Bofors menara, menara kontrol, empat pistol menara dan menara sorot.

Mereka diatur dalam cara yang sangat spesifik, dengan menara kontrol di pusat, dan senapan Bofors menara juga diatur dalam mode setengah lingkaran di sekelilingnya dan posisi sorot menara lebih jauh, tapi masih terhubung langsung ke menara kontrol melalui jalan .

Benteng ini digunakan selama Perang Dunia Kedua, dan tidak ada keraguan bahwa mereka memiliki sumbangsih sangat besar.

Pada tahun 1959 sebagian benteng itu dibongkar, namun menyisakan beberapa benteng seperti, Red Sands dan Shivering Sands, yang masih berdiri hingga saat ini. Tahun 60-70 an benteng yang kosong ini sempat digunakan oleh para bajak laut namun kemudian ditinggalkan.

7. Kota Hantu San Zhi

Daerah ini disebut San Zhi. Tidak diketahui nama arsiteknya karena pembangunan ini diperintahkan oleh pemerintah kepada beberapa perusahaan lokal. Awalnya, bangunan-bangunan itu diperuntukkan bagi tempat wisata mewah yang melambangkan Taipei yang makmur dan kaya. Namun kini keadaan menjadi terbalik.

Bangunan-bangunan yang tadinya untuk tempat pariwisata telah berubah menjadi aneh dan berhantu. Banyak kejadian-kejadian aneh diisukan terjadi di sana. Walhasil, tidak satupun wisatawan mau berkunjung ke sana, apalagi untuk berlibur, Koran-koran setempat mengatakan ada banyak kecelakaan selama konstruksi, dan sebagian berita menyebar ke warga kota negara pulau itu, sehingga mereka takut datang ke sana.

Warga setempat mengatakan wilayah itu sekarang dihantui oleh roh-roh penasaran dari pekerja yang mati sia-sia di sana. Ini membuat mereka yang tadinya berusaha bertahan, akhirnya kabur dari tempat itu. Lama kelamaan kota wisata itu menjadi kosong.

8. Bangkai kapal di pantai Mauritania

Teluk Nouadhibou, tujuh kilometer sebelah selatan dari kota Mauritania, merupakan salah satu kuburan terbesar di dunia. Lewat Google Maps dapat dilihat ratusan kerangka yang menumpuk di sana-sini, di sinilah kuburan kapal raksasa yang sudah terlihat berkarat itu.
BrankasPengetahuan. Hampir semua makhluk hidup dapat dipengaruhi oleh hipnotis, bukan manusia saja. Namun, Anda tidak bisa berharap bisa mengubah seekor kucing menjadi anjing atau sebaliknya; hal tersebut hanya bisa terjadi dalam film kartun.

Hipnotisme pada binatang merupakan sesuatu yang kurang dipelajari secara menyeluruh karena ada banyak faktor yang tidak bisa dikontrol. Yang paling utama adalah binatang tidak dapat berbicara dan menyatakan secara verbal tingkat hipnotis yang mereka alami. Namun ada sejumlah penelitian bahwa binatang yang hidup di alam liar lebih mudah disugesti daripada binatang yang hidup bersama-sama dengan manusia. Para ahli menduga hal tersebut disebabkan binatang yang dibesarkan bersama-sama dengan manusia tidak mengembangkan banyak karakteristik perilaku alamiah yang binatang itu biasanya miliki: misalnya, mereka tidak belajar bagaimana cara mencari makanan, menghindari predator, ataupun berinteraksi dengan binatang lainnya.

1. Menghipnotis Ayam dan Burung
a. Anda harus menangkap ayam atau burung tersebut. Perhatikan bahwa mereka akan berusaha memberontak dan defensif.
b. Tekan kepala ayam atau burung hingga hampir menyentuh tanah, dengan pandangan matanya horizontal lurus ke arah depan.
c. Dengan jari atau sebuah tongkat, gambarkan sebuah garis panjang dari ujung paruh ayam atau burung lurus horizontal ke arah depan, menjauhi kepalanya, kira-kira sepanjang 12 – 18 inchi. Semakin lurus garis tersebut, semakin bagus efeknya. Ulangi menggambar garis tersebut sebanyak 20 – 30 kali sampai Anda merasakan tubuh ayam atau burung itu melemas.
d. Sang ayam atau burung akan terus berada dalam posisi seperti itu, tanpa perlu Anda pegangi lagi, sepanjang 10 – 15 menit.

2. Menghipnotis Kelinci dan Marmut
a. Baringkan kelinci di punggungnya (menghadap ketas).
b. Tekan dengan lembut telinganya secara lurus di lantai / meja.
c. Kemudian dengan tangan satunya anda tarik kaki belakangnya selama beberapa menit.
d. Pertahankan selama 1 menit, maka ia akan terhipnotis. Untuk membangunkan tiup hidungnya dan gulingkan tubuhnya ke samping.

3. Menghipnotis Kadal, Bunglon, dan Kodok
 a. Pegang seekor kadal, bunglon dan kodok hingga ekornya berhenti bergerak liar.
b. Balikkan badan binatang tersebut hingga ia berbaring pada punggungnya.
c. Raba perutnya dengan perlahan, dan lakukan hingga ia menjadi lemas, rileks, dan terhipnotis tidak bergerak sama sekali.


4. Menghipnotis Kepiting

a. Posisikan kedua jari telunjuk dan tengah Anda ke bentuk huruf V.
b. Dekati kepiting dari arah belakang, lalu secara perlahan (tanpa mengejutkan) raba matanya dengan jari Anda.
c. Kepiting akan berhenti terdiam dalam keadaan hipnotis.




5. Menghipnotis Lobster dan Ketam
 
a. Pegang lobster dan ketam dengan terbalik, kepala di bawah, dan letakkan capit mereka menempel pada meja.
b. Tekan dan raba punggung mereka beberapa kali sampai akhirnya mereka berhenti meronta dan diam terhipnotis.




6. Menghipnotis Babi

a. Pegang kepala babi agar dia tidak melarikan diri.
b. Gunakan ujung-ujung jari Anda untuk menggelitik perut babi, dan ia akan berguling ke samping dengan rileks dan terhipnotis.